Lembah Bada
Mengenal Lembah bada
Lembah Bada atau Lembah Napu, demikian nama lembah yang terletak di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, lembah ini merupakan bagian dari Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) . Nah ... salah satu Taman Nasional sebagai perlindungan hayati di Sulawesi Tengah. Terletak 60 KM Selatan Kota Palu, sebagian besar terdiri atas hutan pegunungan dan semi pegunungan (90%) dan sebagian kecil hutan dataran rendah (10%). Menarik pertama kali berkunjung ke Lembah Bada, tak nyana bahwa di sinilah posisi Patung Palindo. Bagaimana tidak? menyaksikan foto-foto kunjungan mereka yang pernah ke Patung Palindo tiadalah luput olehku. Namun akhirnya tanpa mempertanyakan posisi persisnya berada kecuali sebatas tahu berada di Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Menurut Wikipedia bahwa di Lembah Bada terdapat puluhan patung megalitik yang diperkirakan didirikan pada abad ke-14. Nah... Patung Palindo salah satu patung megalitik yang sering terkunjungi oleh wisatawan domestik maupun asing. O ya, perjalanan menuju Lembah Bada pun, tak sedikit menyisakan kesan, olehku, Ada apa? mungkin kata yang terlontar untuk menggambarkan perjalanan ini 'jalan tak berujung'.
Cita Rasa
Rasa Perjalanan 'Gado-Gado'
Nah loh Demikian 'perasaan' yang hadir ketika menempuh, menyusuri aksesibilitas ke Lembah Bada. Berhenti dalam berkendara pun dilakoni, mobil 'mogok' di salah satu titik tikungan yang kesekian akan terlewati. Di pesisir jalan, sepanjang jalan pun tak akan ditemui pemukiman atau rumah-rumah penduduk bahkan warung-warung kaki lima atau lapak-lapak jualan tak kunjung terlihat. Sekiranya berkunjung kembali ke Lembah Bada salah satu persiapan logistik berupa makanan dan minuman jangan sampai terlupakan. Tak hanya sampai di situ, pendakian dan penurunan jalan berkelok yang dilalui seakan tak terhenti, seperti penggambaran saya dalam kata 'jalan tak berujung'. O..ya, demikian pun terjadi karena kemungkinan pertama kali untuk berkunjung ke Lembah Bada Kabupaten Poso dalam rangka tugas, pertanyaan demi pertanyaan 'berkecamuk' dalam menikmati perjalanan dinas di akhir tahun 2019, ini.
Adapun kondisi jalan beraspal namun tak luput pula ditemui jalan-jalan yang rusak yang berada di sisi gunung dan lembah yang terlewati. Aksesibilitas cukup rawan longsor dan terlihat dalam perjalanan yang mengundang kehati-hatian serta rasa was-was dan kalau boleh dikatakan 'ngeri' melalui perjalanan tersebut. Mengakibatkan rawan longsor yang disebabkan oleh penambangan batu-batu gunung yang berada pada sisi atau tepi jalan. 'Pemandangan kritis' yang akan terlihat di sepanjang gunung yang terdapat aktifitas penambangan. Terdapat tanda atau garis peringatan untuk berhati-hati pun terpasang pada jalan-jalan yang sudah 'terkikis' oleh longsoran yang terjadi di musim penghujan ini. Demikian ada pula yang luput dari signal/tanda 'hati-hati' sehingga kepiawaian sopir dalam berkendara sangat dibutuhkan.
Sejenak melepas lelah dan penat, mobil pun perlu 'istirahat' pada cuaca yang cukup dingin dan sejuk ketika berada di sisi jalan yang masih agak berhutan 'padat pohon'. 'Peringatan dini' yang telat ditunjukkan mobil yang nyaris 'gagal' dalam menyelesaikan tugas membawa saya bersama team work ke Lembah Bada. Akhirnya tibalah 'jalan tak berujung', alangkah indah ujung dari perjalanan ke Lembah Bada. Desa, lokasi tugas yang berada di Lembah Bada terdapat pemandangan yang menyejukkan bahkan 'langka' menurut 'kasat mata" saya. Kehidupan alami dan natural tersaji di depan mata, hamparan sawah, kolam buatan di sawah, teratai yang tak pernah pudar indahnya serta gunung dan lembah yang tampak mengitari desa. Menikmati panorama pagi dengan menyeruput kopi sebelum jadwal tugas berjalan.
Mencapai Tujuan
Alhasil penginapan tempat team work memberi akses yang dapat dengan puas menikmati keindahan tersebut. Selain itu terlihat nyata 'simbiosis mutualisme' antara Kerbau dan Burung Bangau yang terjadi dalam siklus kehidupan di alam. O..ya, adaptasi kerbau berkubang pun sering kali terlihat,. itik-itik berenang di kolam Ikan buatan yang berada tak jauh dari pematang sawah. Keseruan memancing tak kalah mengundang usaha tak sia-sia bersabar agar umpan 'termakan'. Gelak tawa oleh suara-suara Itik di pagi hari bahkan membuka mata yang terlelap yang tak jarang terdengar pula 'tiruan suara' itik-itik oleh team work. Nah...gelak tawa tak terelak selama team work berada di Lembah Bada, 3 lokasi desa yang terkunjungi dalam Sosialisasi Kegiatan Agroforestry Programme III, yakni Tuare, Kageroa dan Tohimipi.Perihal Patung Palindo (sang penghibur), menurut wikipedia bahwa Watu Palindo dalam Bahasa Bada adalah sebuah patung megalitik setinggi 4,5 meter yang terletak di Lembah Bada Lore Selatan. Merupakan patung terbesar di daerah ini dan yang paling terkenal terletak di Sebelah Selatan dari Desa Kecil Sepe. Digambarkan berupa wajah ceria dan ramah, ukiran tubuh berbentuk oval, mata bulat dan hidung besar yang memanjang ke bawah. Pahatan mulut yang di dalam berbentuk sebuah senyuman melengkapi batuan megalitik ini. Kunjungan ke Patung Palindo bersama team work yang melalui Padang rumput/ilalang (Savana). Bahkan megalitik tampak dari sela-sela Padang rumput /ilalang (Savana). Demikian beberapa sebaran megalitik dapat disaksikan secara kasat mata dari kendaraan baik roda empat dan dua yang ada di sepanjang jalan pada hamparan Padang rumput/ilalang (savana).
Selamat Menikmati
Nah... sedikit terhenyak ketika menyaksikan pertama kali Patung Palindo, ni ... 'hanya patung', namun pasca 'lamat-lamat' menikmati nampaklah 'keeksotisan' di Cagar Budaya Taman Nasional Lore Lindu. O.. ya, sekedar kabar 'rada' ada yang pening juga he ... ketika berkunjung belum ada signal/jaringan telekomonikasi namun sehari sebelum bertolak ke Makassar, akhirnya di Lembah Bada pemasangan Jaringan Ubiqu untuk akses komonikasi bagi daerah-daerah yang berada di balik lembah dan gunung.Dokumetasi Foto : Pribadi/Team Work |
ayo berkunjung!
BalasHapus