Kamis, 22 Desember 2016

CERPEN



Senja Di Losari
Lagu si anak pantai terdengar kini, alunan irama dan musik pantai mengiringi gerakan liukan ombak-ombak air pantai nan indah dan cantik. Kota yang memiliki pantai nan indah ini yang sejak dulu sampai kini mengundang decak kagum pelancong dari penjuru negeri. Pesisir kota nan cantik di tepian pantai oleh hembusan angin sepoi-sepoi ‘Angin Mamiri’ sebutan bahasa daerah setempat, angin di kota tercinta.
Pantai dan ombak ibarat sepasang sejoli yang tak terpisahkan, mengundang keirian yang memandang seakan ingin merebut rasa yang tersaji untuk dinikmati. Pesisir pantai tersapu ombak pada tanggul penahan yang kokoh, menyentuh bebatuan-bebatuan yang menyusun tanggul. Pandangan mata mengikuti deru-deru ombak yang cukup keras, menepi dan melepaskan percikan-percikan gelombang-gelombang air yang memecah.
Muda-mudi, tua dan muda tak jemu-jemu bertandang ke pantai di kota ini, revitalisasi pantai yang tak terhindar pun, tak menyurutkan keinginan untuk berkunjung. Pantai salah satu ikon wisata kota ini, sebagai destinasi favorit warga kota. Melewati malam minggu yang disebut malam panjang, tak pernah sepi oleh pengunjung untuk menciptakan kenangan yang tak terlupakan.
Malam demi malam terlewati, jalan-jalan menyusuri pantai tak terjamah. Kesendirian enggan beranjak yang tiada membawa diri ke pantai untuk mencipta kenangan. Kisah demi kisah tercipta, cerita demi cerita terdengar,  dan jauh semakin jauh diri tak menuju pantai. Entah …, hanya menyusuri jalan-jalan di depan pantai nan cantik, menatap kejauhan pantai yang tak berujung, akhirnya. Pantai, aku dekat dan nun jauh kau di sana nan indah biru airmu, sejuk di mata, tak jemu-jemu engkau dipandang Pantai Losari.
“Aku si anak pantai?’’ tanya dalam diri
“Bukan!” jawab diri, sendiri..
“Aku rindu, pantai!” berguman sendiri.
“Kota tercinta, kota pesisir pantai”, ujarku dalam hati.
“Aku kembali ke Pantai, mendekatimu di kekinian”, jawabku ke padamu.
Entah …. sejak kapan kutersadar aku berasal dari kota tepian pantai, sejak kutinggalkan kota tercinta tak pernah kupingkiri kenangan yang tak tercipta pun di Pantai kota asalku. Kupergi menjauh, mengangkat kaki, melangkah kaki dan membawa jiwa petualangan bak pengembara yang mengembara.
Menemukan kota tepian pantai di luar sana yang membuat rasa menikmati kehidupan yang sungguh tiada dapat tergantikan oleh  momen-momen yang kini terlalui. Mencipta kenangan justru di tepian pantai luar kotaku tercinta, menyusuri sisi-sisi berpasir pantai, duduk di sisi-sisi dudukan tanggul pantai, menikmati senja namun entah kenapa, tak kukenali warna nan cantik itu.
Sisi terluar tanggul di pantai tersaji. Pemandangan yang tak  asing di mata yang sejak dulu pantai ini dikenal memiliki ‘restoran terpanjang’. Sejak revitalisasi pantai yang menyisakan sedikit kesan bahwa  ‘restoran terpanjang’  pernah hadir   oleh penjaja makanan dan minuman dari pedagang kaki lima (PK5).
Pulang, kerinduan tak tertahankan pun olehku untuk mengujungi pantai losari nan indah di kotaku. Meskipun aku suka senja, entah … senja tak membawaku ke pantai, aku merindukan pantai. Tak kukenali awalnya warna senja, tanpa menunggu senja pun diriku, sepi pun tak terasa olehku. Kembali ke kotaku, akhirnya bertemu kembali denganmu dan emgkaupun masih berdiam diri di kotaku
“Apa yang terjadi di Pantai Losari ini?”, Tanyaku
“Merekatkan kisah,”, Jawabmu
Aroma rokok dan kopi tercium menusuk hidung, seduhan kopi panas pesanan dari jejeran menu minuman yang berseliweran di pinggir-pinggir jalan. Tak jemu-jemu menyeruput kopi berbarengan dengan isapan rokok, menikmati aroma pantai, menghirup asap rokok yang tak mungkin dapat dihindari olehmu. Bayangan aroma wangi kopi yang disangrai di pemukiman pegunungan  yang pernah terkunjungi olehmu  menyisakan aroma yang tak hilang di benak sampai kini. Filosofi kopi pun tergiang olehku sebagai wejangan hidup.
Seketika senja telah nampak disaat kamu tak beranjak dari tempatmu berdiri, menanti senja,  menatap senja sampai tiba malam datang dengan gelapnya warna alam yang semakin misterius di matamu. Kaupun menikmati warna senja yang jingga yang sungguh menjadi bagian dari dirimu, kesendirian dalam kesepian, warna jingga nan indah di matamu. Pemburu senja tepatnya, entah …. pantai nan cantik membawamu sebagai pemburu senja kini.
Kenangan demi kenangan tercipta di tepian pantai, terbawa dalam setiap langkah kakimu. Sedangkan aku mencipta kenangan di pantai luar kotaku, mencipta kenangan pada pantai yang berbeda. Pulang ke kotaku berarti pulang kembali ke rumah, menjadi anak rumahan dan akhirnya membawa diriku menanti senja dan melihat senja terindah dan terdekat di rumah pun. Kesendirian tidak memberi rasa sepi,  ketakutan akan sepi yang hadir membuat aku tak ingin merasa sepi, akhirnya.
Kurang lebih lima tahun yang lalu waktu yang cukup lama sejak bertemu pertama kali, menyisakan ketidakakraban yang mengundang tanya tiada henti. Tanpa pamit antara kamu dan aku, aku hanya diam tanpa beranjak dan kamu ketika itu beranjak pergi melangkah, jauh.
“Kotaku adalah rumah keduamu,” Katamu
“Iya, kota mencipta dan merekat kenangan,” Kataku
“Iya, betul,”Jawabmu
Senjapun datang, sunset … aku tak beranjak dari rumah, anak rumahahan melekat didiri, . meskipun jenuh. Entah … sebuah status tertuliskan dengan senja di sore itu menjadi kenangan,  senja terindah terlihat tanpa beranjak dari rumah. Senja mendekat dan kaupun mendekat, terkadang senja semakin menjauh dan tak terlihat olehku. Warna senja nun jauh pun membuatku akhirnya menyukai  jingga
Pemburu senja, keinginan untuk tak jemu-jemu mengikuti dan memburu senja. Senja dimana-manapun bewarna jingga, entah… tak henti-henti terpotret oleh pecinta senja, efek warna yang berbeda-beda tercipta. Keindahan yang tak terkira di mata sampai ke dalam sanubari mebawa kembali pecinta senja untuk terus melihat senja sepanjang waktu meskipun bertaruh nyawa.
Akh,” tumben kamu ke sini, ke pantai, “Katanya.
“Nah … iya, kenapa?’’ Kataku balik
“Kau suka senja, akhirnya,” Katanya
Iya, “ jawabku mengiyakan.
“Kau ingin mencipta kenangan denganku,” Katanya
“Denganku! “Kataku balik.
Meskipun warna senja nun jauh, warna senja telah nampak di kekinian, olehku. Mendekati senja bertemu denganmu, bersama denganmu membuat semakin terlihat warna senja nun jauh itu. Mencipta kenangan kembali dari kenangan yang terekat olehmu. kenangan – kenangan lama yang tersisa olehmu, kenangan demi kenangan dibuang sayang.
Apa dan siapa?”, misteri sampai kini.
Kutemukan jingga dalam seribu tanya oleh  penyuka senja, pecinta senja, pemburu senja, pemotret senja, mengikuti warna senja kemanapun, warna yang saban hari setia menengelamkan sinar warna matahari. 
Aku melihatmu untuk kesekian kali berikut, engkau tak bergeming dari pantai ini yang enggan beranjak dari tempatmu berdiri di pantai di kota ini. Aku membuat matamu tak berkedip dan berbalik ke arahku, tatap melihatku, Pertemuan singkat, perkenalan singkat, begitu singkat, tanpa menyisakan kenangan.

1 komentar:

KEMBALI BERSUA, HEY! MANADO CITY

Menyaksikan Pasutri Gaje, menarik untuk tak melewatkan film Pasutri Gaje yang berlatar belakang cerita, kisah dan kehidupan sepasang abdi ne...