Senja Di Losari
Lagu si anak pantai terdengar kini,
alunan irama dan musik pantai mengiringi gerakan liukan ombak-ombak air pantai
nan indah dan cantik. Kota yang memiliki pantai nan indah ini yang sejak dulu
sampai kini mengundang decak kagum pelancong dari penjuru negeri. Pesisir kota
nan cantik di tepian pantai oleh hembusan angin sepoi-sepoi ‘Angin Mamiri’ sebutan
bahasa daerah setempat, angin di kota tercinta.
Pantai dan ombak ibarat sepasang
sejoli yang tak terpisahkan, mengundang keirian yang memandang seakan ingin
merebut rasa yang tersaji untuk dinikmati. Pesisir pantai tersapu ombak pada
tanggul penahan yang kokoh, menyentuh bebatuan-bebatuan yang menyusun tanggul.
Pandangan mata mengikuti deru-deru ombak yang cukup keras, menepi dan
melepaskan percikan-percikan gelombang-gelombang air yang memecah.
Muda-mudi, tua dan muda tak
jemu-jemu bertandang ke pantai di kota ini, revitalisasi pantai yang tak
terhindar pun, tak menyurutkan keinginan untuk berkunjung. Pantai salah satu ikon
wisata kota ini, sebagai destinasi favorit warga kota. Melewati malam minggu
yang disebut malam panjang, tak pernah sepi oleh pengunjung untuk menciptakan
kenangan yang tak terlupakan.
Malam demi malam terlewati,
jalan-jalan menyusuri pantai tak terjamah. Kesendirian enggan beranjak yang
tiada membawa diri ke pantai untuk mencipta kenangan. Kisah demi kisah
tercipta, cerita demi cerita terdengar,
dan jauh semakin jauh diri tak menuju pantai. Entah …, hanya menyusuri
jalan-jalan di depan pantai nan cantik, menatap kejauhan pantai yang tak
berujung, akhirnya. Pantai, aku dekat dan nun jauh kau di sana nan indah biru
airmu, sejuk di mata, tak jemu-jemu engkau dipandang Pantai Losari.
“Aku si anak pantai?’’ tanya dalam diri
“Bukan!” jawab diri, sendiri..
“Aku rindu, pantai!” berguman
sendiri.
“Kota tercinta, kota pesisir pantai”,
ujarku dalam hati.
“Aku kembali ke Pantai, mendekatimu
di kekinian”, jawabku ke padamu.
Entah …. sejak kapan kutersadar aku
berasal dari kota tepian pantai, sejak kutinggalkan kota tercinta tak pernah
kupingkiri kenangan yang tak tercipta pun di Pantai kota asalku. Kupergi
menjauh, mengangkat kaki, melangkah kaki dan membawa jiwa petualangan bak pengembara
yang mengembara.
Menemukan kota tepian pantai di luar
sana yang membuat rasa menikmati kehidupan yang sungguh tiada dapat tergantikan
oleh momen-momen yang kini terlalui.
Mencipta kenangan justru di tepian pantai luar kotaku tercinta, menyusuri sisi-sisi
berpasir pantai, duduk di sisi-sisi dudukan tanggul pantai, menikmati senja namun
entah kenapa, tak kukenali warna nan cantik itu.
Sisi terluar
tanggul di pantai tersaji. Pemandangan yang tak
asing di mata yang sejak dulu pantai ini dikenal memiliki ‘restoran
terpanjang’. Sejak revitalisasi pantai yang menyisakan sedikit kesan bahwa ‘restoran terpanjang’ pernah hadir
oleh penjaja makanan dan minuman dari pedagang kaki lima (PK5).
Pulang,
kerinduan tak tertahankan pun olehku untuk mengujungi pantai losari nan indah
di kotaku. Meskipun
aku suka senja, entah … senja tak membawaku ke pantai, aku merindukan pantai.
Tak kukenali awalnya warna senja, tanpa menunggu senja pun
diriku, sepi pun tak terasa olehku. Kembali
ke kotaku, akhirnya bertemu kembali denganmu dan emgkaupun masih berdiam diri
di kotaku
“Apa yang terjadi di Pantai Losari
ini?”, Tanyaku
“Merekatkan kisah,”, Jawabmu
Aroma
rokok dan kopi tercium menusuk hidung, seduhan kopi panas pesanan dari jejeran
menu minuman yang berseliweran di pinggir-pinggir jalan. Tak jemu-jemu
menyeruput kopi berbarengan dengan isapan rokok, menikmati aroma pantai,
menghirup asap rokok yang tak mungkin dapat dihindari olehmu. Bayangan aroma
wangi kopi yang disangrai di pemukiman pegunungan yang pernah terkunjungi olehmu menyisakan aroma yang tak hilang di benak
sampai kini. Filosofi kopi pun tergiang olehku sebagai wejangan hidup.
Seketika
senja telah nampak disaat kamu tak beranjak dari tempatmu berdiri, menanti
senja, menatap senja sampai tiba malam
datang dengan gelapnya warna alam yang semakin misterius di matamu. Kaupun
menikmati warna senja yang jingga yang sungguh menjadi bagian dari dirimu,
kesendirian dalam kesepian, warna jingga nan indah di matamu. Pemburu senja
tepatnya, entah …. pantai nan cantik membawamu sebagai pemburu senja kini.
Kenangan
demi kenangan tercipta di tepian pantai, terbawa dalam setiap langkah kakimu.
Sedangkan aku mencipta kenangan di pantai luar kotaku, mencipta kenangan pada
pantai yang berbeda. Pulang ke kotaku berarti pulang kembali ke rumah, menjadi
anak rumahan dan akhirnya membawa diriku menanti senja dan melihat senja
terindah dan terdekat di rumah pun. Kesendirian tidak memberi rasa sepi, ketakutan akan sepi yang hadir membuat aku tak
ingin merasa sepi, akhirnya.
Kurang
lebih lima tahun yang lalu waktu yang cukup lama sejak bertemu pertama kali,
menyisakan ketidakakraban yang mengundang tanya tiada henti. Tanpa pamit antara
kamu dan aku, aku hanya diam tanpa beranjak dan kamu ketika itu beranjak pergi
melangkah, jauh.
“Kotaku
adalah rumah keduamu,” Katamu
“Iya,
kota mencipta dan merekat kenangan,” Kataku
“Iya,
betul,”Jawabmu
Senjapun
datang, sunset … aku tak beranjak dari rumah, anak rumahahan melekat didiri, .
meskipun jenuh. Entah … sebuah status tertuliskan dengan senja di sore itu
menjadi kenangan, senja terindah
terlihat tanpa beranjak dari rumah. Senja mendekat dan kaupun mendekat,
terkadang senja semakin menjauh dan tak terlihat olehku. Warna senja nun jauh
pun membuatku akhirnya menyukai jingga
Pemburu
senja, keinginan untuk tak jemu-jemu mengikuti dan memburu senja. Senja
dimana-manapun bewarna jingga, entah… tak henti-henti terpotret oleh pecinta
senja, efek warna yang berbeda-beda tercipta. Keindahan yang tak terkira di
mata sampai ke dalam sanubari mebawa kembali pecinta senja untuk terus melihat
senja sepanjang waktu meskipun bertaruh nyawa.
Akh,”
tumben kamu ke sini, ke pantai, “Katanya.
“Nah
… iya, kenapa?’’ Kataku balik
“Kau
suka senja, akhirnya,” Katanya
Iya,
“ jawabku mengiyakan.
“Kau
ingin mencipta kenangan denganku,” Katanya
“Denganku! “Kataku
balik.
Meskipun
warna senja nun jauh, warna senja telah nampak di kekinian, olehku. Mendekati
senja bertemu denganmu, bersama denganmu membuat semakin terlihat warna senja nun
jauh itu. Mencipta kenangan kembali dari kenangan yang terekat olehmu. kenangan
– kenangan lama yang tersisa olehmu, kenangan demi kenangan dibuang sayang.
Apa
dan siapa?”, misteri sampai kini.
Kutemukan jingga dalam seribu tanya
oleh penyuka senja, pecinta senja, pemburu
senja, pemotret senja, mengikuti warna senja kemanapun, warna yang saban hari
setia menengelamkan sinar warna matahari.
Aku melihatmu untuk kesekian kali
berikut, engkau tak bergeming dari pantai ini yang enggan beranjak dari
tempatmu berdiri di pantai di kota ini. Aku
membuat matamu tak berkedip dan berbalik ke arahku, tatap melihatku, Pertemuan
singkat, perkenalan singkat, begitu singkat, tanpa menyisakan kenangan.
'Warnimg' rokok merusak kesehatan.
BalasHapus