Target ‘Jemput Bola’ Perhutanan Sosial
Target Program Perhutanan Sosial
Target Program Perhutanan Sosial dengan target luasan yang 12,7 juta Ha mendorong tercipta strategi ‘jemput bola’. Tak terlepas dari waktu
yang terbatas serta sumber daya manusia ‘siap pakai’ yang terbatas serta menelaah
kerealitasan target. Perubahan-perubahan pun mengikuti dan terjadi di
perwujudan dan pelaksanaan Program Perhutanan Sosial agar menemukan target yang
rasional. Pencapaian target luasan areal Perhutanan Sosial yang diperuntukkan
bagi masyarakat di sekitar hutan dan dalam kawasan hutan melalui Percepatan
Perhutanan Sosial (PPS) dengan membentuk kelompok Kerja (POKJA). Kira-kira 4,38
juta hektare sebagai target realistis," ujar Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Siti Nurbaya dalam Rapat Koordinasi Nasional Perhutanan Sosial di
Hotel Ciputra, Selasa (Republika Co.id, 23/1/2018) .
'Jemput Bola'
Strategi dan Rencana Kerja dari masing-masing Satuan Kerja
(Satker) dengan kreatifitas tak luput tercipta demi mewujudkan Program
Perhutanan Sosial melalui target ‘jemput bola’. Bahwa hutan yang menyimpan
sumber daya alam yang dapat diperbaharui itu, tak berbanding lurus dengan
peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat baik di sekitar hutan dan dalam
kawasan hutan yang masih termasuk kawasan/daerah bahkan desa tertinggal. Oleh
karena itu sasaran perhutanan sosial tak terlepas dari kawasan hutan yang sejak
dulu tecipta dan dimanfaatkan sepenuh-penuhnya. Melalui kearifan lokal yang
tercipta secara alami dari warga masyarakat hutan secara turun temurun dan
terpelihara hingga kini. Ibarat lautan lepas yang berisi keramba-keramba ikan
yang siap ‘ditangkap’ untuk memenuhi hajat hidup rakyat secara berkeadilan dan
merata. Berdasar pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik
Indonesia Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.I/10/20 16 Tentang Perhutanan Sosial.
Bahwa Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang
dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang
dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat sebagai pelaku
utama untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika
sosial budaya dalam bentuk Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman
Rakyat, Hutan Rakyat, Hutan Adat dan Kemitraan Kehutanan.
Implementasi Perhutanan Sosial
Pengimplementasian dari model pengelolaan
kawasan hutan Negara oleh masyarakat yang diharapkan mampu mengubah tata kelola
hutan menjadi model kelola bersama masyarakat yang dapat memberikan jaminan
bagi kelestarian sumber daya hutan. Program Perhutanan Sosial telah menjadi
prioritas sebagai akses legal masyarakat terhadap lahan (land) kawasan hutan
Negara seluas 12,7 juta Ha. Program Perhutanan Sosial dilaksanakan melalui
alokasi sumber daya hutan yang dikuasai Negara kepada masyarakat setempat, sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.83 Tahun 2016
Tentang Perhutanan Sosial. Memahami bahwa pemanfaatan hutan kegiatan untuk
memanfaatkan kawasan hutan dalam bentuk hasil hutan kayu dan bukan kayu melalui
pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemaneman, pengolahan dan pemasaran
berdasarkan asas kelestarian hutan, social dan lingkungan dan atau dalam bentuk
pemanfaatan jasa lingkungan melalui antara lain jasa ekowisata, jasa tata
lingkungan , keanekaragaman hayati, jasa penyerapan/penyimpanan karbon.
Sosialisasi Perhutanan Sosial
Program Perhutanan Sosial yang meminta pengenalan dengan
sosialisasi ke elemen/lapisan masyarakat, segenap masyarakat, kelompok
masyarakat terutama masyarakat setempat atau masyarakat hukum adat. Memupuk
kerjasama dan koordinasi pihak-pihak yang Percepatan Perhutanan Sosial . Perhutanan
social yang bertujuan mengurangi ketimpangan kepemilikan lahan dan mengurangi
konflik terhadap potensi-potensi konflik yang hadir. Tersebut sebagai Skema
Program Perhutanan Sosial : 1) Hutan Desa (HD), Hutan Negara yang dikelola oleh
desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa, 2) Hutan Kemasyarakatan (HKm),
Hutan Negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan
masyarakat, 3) Hutan Tanaman Rakyat (HTR), hutan tanaman pada hutan produksi
yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas
hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian
sumber daya hutan, 4). Hutan Adat (HA), hutan yang berada pada tanah yang
dibebani hak atas tanah, 5) Kemitraan Kehutanan (KK), kerjasama antara
masyarakat setempat dengan pengelola hutan, pemegang lain usaha pemanfaatan
hutan/jasa hutan, izin pinjam pakai kawasan hutan atau pemegang lain usaha
industri primer hasil hutan.
Hutan Lestari Rakyat Sejahtera
Dalam perkembangannya masyarakat hutan untuk kelola hutan
secara lestari, tanpa ‘merusak’ sumber daya hutan yang tersedia. Kerangka
berpikir segenap masyarakat setempat di sekitar kawasan hutan dan dalam kawasan
hutan yang menganggap bahwa hutan dapat diwariskan, dimiliki dan
diperjualbelikan termasuk lahan-lahan hutan, mengemuka. Namun tanpa mengabaikan
segenap masyarakat setempat pun khususnya dalam masyarakat adat yang berada di
sekitar kawasan hutan serta dalam kawasan hutan telah memiliki kearifan lokal
yang tertanam dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat adat yang terpelihara
serta terjaga melalui pemanfaatan hutan sepenuh-penuhnya. Mencari dan menemukan
‘solusi’yang berkesinambungan agar terwujud peningkatan kesejahteraan ekonomi
masyarakat setempat, yang berada di sekitar kawasan hutan maupun di dalam
kawasan hutan. Mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan
pengelolaan/pemanfaatan kawasan hutan sebagai ‘solusi’ dari problema tersebut.
Program Perhutanan Sosial telah menjadi program prioritas nasional, melalui 5
Skema Perhutanan Sosial terhadap keilegalan kelola hutan bagi masyarakat yang
ketergantungan hidup terhadap hutan sangat tinggi. Tak terlepas dari kawasan
hutan yang secara turun-temurun telah menjadi penopang hidup sanak keluarga
sampai beranak-pinak/beranak-cucu. Wassalam.