Minggu, 19 November 2023

CERPEN

Lenggak - Lenggok Dara
CERPEN

Bergegas Dara mencari loper koran, saban hari di pelataran lampu merah.
Kalender telah menunjukkan jadwal penerimaan pegawai yang terbilang rutin
dilaksanakan. Tak terkecuali Dara yang tak pernah habis bermimpi untuk
menjadi salah satu peserta tes yang berharap kelak akan lulus. Pengalaman
kegagalan demi kegagalan tak memberi efek jera untuk berhenti  berharap
menembus pertarungan seleksi. Sampai akhirnya amarah tak terbendung oleh
Dara dengan melakukan demo tanpa anarkis dan tanpa massa, demontrasi solo
olehnya, sendiri.

Menapaki kota dari pintu ke pintu ke pintu pun dilakoni Dara di masa awal
memasuki dunia kerja. Tak menjadi asing pekerjaan sebagai salesman yang
cukup dihindari para pencari kerja. Keterbukaan peluang-peluang kerja yang
tersedia tidak membuat Dara berhasil memperoleh pekerjaan sesuai impian.
Menjadi pemanis diantara kumbang-kumbang menjajakan dagangan keliling kota
di tengah hirup pikuk kendaraan. Berseliweran warung-warung pinggir jalan,
sejenak untuk singgah  melepaskan lelah oleh panas terik yang seakan
menusuk sampai tulang.

“Bagaimana kerjaan kamu, Dara?” Tanya Ibu

Maaf Ibu, hari ini  Dara Cuma bisa dapat 5000 perak, terus uangnya Dara
pakai  untuk beli nasi     bungkus,” Jawab Dara

“Dara, kalau untuk makan sehari-hari, kamu bisa minta uangnya sama Ibu kan,
Nak?” Ibu mengingatkan.

“Tapi Ibu, Dara tidak bisa. Itu adalah hasil Ibu menjahit, Dara tidak tega,
“ Dara menerangkan.

“Dara, kamu kenapa, Nak?” Maafkan Ibu ya, Nak.

Harusnya Ibu yang bekerja mencari nafkah untuk kamu, tapi semua terbalik
semenjak Ibu sakit, Ibu hanya bisa merepotkan kamu saja,” Seru Ibu memelas.

“Ibu, kenapa bicara seperti itu?” Selama ini Dara tidak merasa direpotin
sama Ibu,” Sanggah Dara.

Dara termotivasi menaklukkan Kota Daeng, memasuki dunia kerja di kota
tempat bermukimnya. Kompetisi pun tidak ringan, ketat dalam merebut
kesempatan kerja yang lebih kurang banyak di bandingkan usia produktif
bekerja. Informasi demi informasi berupa lowongan kerja sedapat mungkin
diketahui olehnya namun akhirnya lebih banyak luput akhirnya.
Ketidakmampuan Dara lebur dalam kemajuan Infomasi teknologi (IT),
tertinggal jauh untuk ikut serta terlibat di era kekinian. Tanpa
siapa-siapa, tidak membangun jaringan kerja (network) pula semakin
mempersulit diri untuk bekerja.

Tak terbersit keinginan untuk merantau, ikatan emosional yang kuat pada
kampung halaman  seringkali pemicu semangat yang menggebu-gebu mencapai
puncak keberhasilan, akhirnya. Dara, tak urung jua menyerah yang menyisakan
jejak langkah pengadu nasib,   Hilir mudik di perkotaan, Tetap semangat,
Harapan?, Map, ditangan akan terlepas!, Menggelinding tak ke pelepah bulan,
arus yang deras, di muara tak memelas. Dunia kerja olehnya bak dunia mimpi
yang masih dalam khayalan belaka tanpa mendapatkan pundi-pundi pun. Sejenak
dan sejenak, ibarat persinggahan semata dalam meniti pekerjaan yang
dilakoni tanpa karier yang menjanjikan.

Doe, Dekkeng, Dalle dan Doa (4D), bahasa lokal, bahasa setempat, kota asal
Dara yang berarti Uang, Rekomendasi, Rejeki dan Doa. Keempat syarat yang
wajib dimiliki oleh seseorang demi meraih kesuksesan, demikian ungkapan yang 
tergiang oleh Dara. Bisik-bisik pun terdengar sekiranya berkeinginan
melangkah mengikuti seleksi perebutan kursi di dunia kerja. Tak ayal Dara
pun di tengah rasa keoptimisan terselip pesimis yang sulit disembunyikan
olehnya. Pundi-pundi uang menjadi yang diagung-agungkan dalam memenangkan
kompetisi ibarat  pungli mengakar yang sulit tercabut.

“Dara mau pergi ke mana?” Tanya Ibu

“Ibu tak perlu tahu,” Jawab Dara

“Tapi, Dara!” kamu masih tanggung jawab Ibu, Nak!” Kata Ibu

‘’Iya, Bu!” Maafkan Dara yang selama ini khilaf dan merasa sudah mampu
mandiri tanpa Ibu.

‘’Dara ingin berangkat kembali ke pulau seberang, Tenggara’’, Kata Dara
akhirnya.

Harapan bak bintang di langit yang terlihat oleh Dara di tengah lautan
menuju kota impian baru, untuk berpijak. Motivasi-motivasi menggapai langit
di kota yang kurang lebih sedikit memberi kompetisi dalam bekerja membuat
Dara angkat kaki sejenak dari Kota Makassar tercinta. Dara jatuh hati
dengan kota seberang pulau, kota yang memanggil-manggil sampai
berulang-ulang kali. Kota Daeng Tana’ Mangkasara sejenak tertinggal menuju
ke kota seberang pulau, Tenggara Olehnya tanpa disadari ketergantungan
terlihat, kecewa tak terbendung dan harapan hanya tinggal harapan.
Keberhasilan belum mendekat, kegagalan yang menghampiri Dara tak menuai
panen hasil dari mengikuti gelombang-gelombang seleksi penerimaan tenaga
kerja.

Segepok uang, pundi-pundi tak berada di tangan Dara, sebagai jaminan
prasyarat demi kelulusan setelah mengikuti tes. Telah menjadi rahasia umum
praktek yang membuka celah, jalan melajukan, memuluskan, langkah peserta
tes. Pandangan umum perihal pekerjaan sebagai pegawai negeri sebagai
profesi yang bergengsi, daya tarik luar biasa untuk meraihnya. Tak peduli
ribuan peminat, jarak tempuh lokasi tes dan rumor-rumor atau isu-isu yang
berkembang di tengah melakoni usaha-usaha menembus kompetisi tersebut.
Tergiang puisi oleh Dara, Jejak langkah panutan,  sosok sederhana, perangai
spontan, tumpuan keluarga, seragam membanggakan, di kantong seragam itu
tiba-tiba bersarang tikus, bunyi cicitnya melengking ke sangkar jeruji.

Bergegas, pagi dini hari, Dara bersiap menuju   lokasi kantor sebagai pusat
penyimpanan berkas-berkas yang masuk ketika penerimaan seleksi berkas. Dara
pun sigap menemui panitia seleksi yang duduk di belakang meja sembari
menikmati tumpukan berkas. Satu persatu Dara melakukan pencarian berkas
atas nama Dara tertera, lengkapnya Dara Bugis Selatan.

Nah ini Dia!” Ini Map atas nama Aku”, Kata Dara sigap

Olehnya map merah terikat tali rafia biru diraihnya, kemudian melepaskan
ikatan map  dan selanjutnya beraksi bak pragawati berlenggak lenggok. Papan
tes yang dipergunakan melekatkan map yang berisi berkas lamaran diangkat
setinggi-tingginya lalu melakukan aksi demo berkeliling kantor. Beberapa
kali berputar selanjutnya memperlihatkan tulisan di balik papan tes yang
berbunyi ‘Masa Depanku adalah Milikku Sendiri’, Wahai … Pengikat Map-Map,
Lepaslah Ikatan itu, Janganlah Kau Ikat, Bebaskan Map-map itu.

-Selamat Membaca-

1 komentar:

KEMBALI BERSUA, HEY! MANADO CITY

Menyaksikan Pasutri Gaje, menarik untuk tak melewatkan film Pasutri Gaje yang berlatar belakang cerita, kisah dan kehidupan sepasang abdi ne...