Jumat, 19 Mei 2017

Di hari pertama MIWF 2017

Bak menanti 'sesuatu' yang tak mengundang rasa kejenuhan, tak terasa momen tahunan MIWF 2017 menyapa. Kota Makassar kembali menunjukkan geliat-geliat aksi literasi melalui MIWF 2017, yang tak sepi dari pengunjung dari berbagai kalangan. Bertepatan dengan Hari Buku Nasional yang jatuh pada tanggal 17 Mei 2017, Rabu merupakan hari pertama event MIWF 2017. Adapun jadwal MIWF 2017 akan berlangsung hingga tanggal 20 Mei 2017, Sabtu besok.

Fort Rotterdam, lokasi yang sama di tahun 2016, lalu. MIWF 2017 ini pun kembali digelar di Fort Rotterdam. Menelisik jadwal-jadwal MIWF tak boleh terlewatkan sekiranya berminat berperan aktif menjadi salah satu pengunjung. Terkesan jadwal acara padat pun tak terlepas dari rangkaian MIWF setiap tahun. Bahkan ada kesan yang tersisa untuk sedikit 'memaksa' memilih  acara yang akhirnya akan diikuti.  Apabila terjadi 'tabrakan' jadwal yang sama antara dua atau tiga bahkan empat acara yang sesuai dengan harapan pengunjung.

Di hari pertama MIWF 2017  justru membawa saya pada 'rasa' di hari terakhir berkesempatan hadir. Pra event MIWF 2017 sepertinya juga memberi efek tersebut, diawali keriuhan rendahan keramaian. Selain itu kilas balik momen MIWF yang lalu saya ikuti berdasarkan pula pada minat dan kesesuaian jadwal. Ternyata di MIWF 2017 yang sedang berlangsung tersebut, menempatkan jadwal 'Ruang Bersama' yang salah satu pembicara Maman Suherman. Akhirnya saya pun tak melewatkan acara yang bertajuk 'Ruang Bersama'.

Ruang yang dibuka untuk membahas konflik dan perbedaan serta pelajaran yang dipetik melalui dialog terbuka dan jurnal reflektif. Bersama Yerry Wirawan,
Sofyan Syamsul, Eko Rusdianto, Maman Suherman di hari pertama. Siang ceria di Makassar International Writers Festival (MIWF)2017.

Me, Salam Keberagaman👌.

Rabu, 03 Mei 2017

Panggil Aku, Kartini saja!

Panggil Aku Kartini Saja

Sepenggal kata yang terucap dari bibir seorang perempuan yang bergelar R.A. Kartini, panggil aku, Kartini saja!. Film Kartini karya besutan sutradara Hanung Bramantyo yang familiar mengangkat tema-tema dan tokoh-tokoh serta kisah-kisah kepahlawanan dalam filmnya. Di bulan April ini yang merupakan momen, bertepatan memperingati Hari Kartini pada tanggal 21 April, kembali mempersembahkan karya. Mulai tanggal 19 April 2017, secara serentak di bioskop tanah air segera memutar film tersebut. 

'Sisi lain' terangkat oleh sang sutradara dalam membuat film Kartini 'lebih ringan' untuk dinikmati. Kesan 'berat' pada khalayak ramai terhadap film yang bersentuhan dengan sejarah. Oleh Hanung Bramantyo seakan menunjukkan keberhasilan dalam 'menangkap' kesan tersebut, terkhusus penikmat film. Demikian melalui 'penggalian' lebih dalam akhirnya menemukan 'sisi lain' dari Pahlawan Nasional Perempuan, R.A. Kartini yang berasal dari Jepara. Panggil aku, Kartini saja!, tak banyak yang tahu bahwa seorang R.A. Kartini terlahir dari seorang Ibu kandung yang bukan dari kaum bangsawan atau ningrat di zaman dulu, itu.

Perjuangan dalam mewujudkan emansipasi perempuan di kala itu, tak terlepas dari latar belakang kehidupan keseharian beliau. Perubahan-perubahan yang diinginkan oleh beliau pun berasal dari pandangan mata yang secara langsung menyaksikan perbedaan perlakuan terhadap kaum bangsawan atau ningrat dan kaum kebanyakan. Tak terkecuali beliau yang memperoleh perlakuan khusus sebagai salah satu putri Bupati Jepara dengan gelar R.A. (Raden Adjeng atau Raden Ayu). Sebagai perempuan Jawa, R.A. Kartini pembawa perubahan dalam membuka pendidikan modern khususnya bagi perempuan-perempuan Jawa.

Perjuangan seorang R.A. Kartini memberi inspirasi bagi sutradara bahwa siapapun itu membutuhkan 'seseorang' dalam mewujudkan harapan, keinginan dan cita-cita. R.A. Kartini pun demikian yang oleh Hanung Bramantyo menampilkan sosok-sosok yang berada dan hadir di sekeliling beliau. Tersebut R.A. Kardinah dan R.A. Roekmini yang juga merupakan putri-putri bupati Jepara. Tradisi 'pingitan' dengan segala 'keterbatasan' melekat kuat yang diterapkan. Keseharian berada dalam kediaman berupa benteng yang berdinding kokoh terlepas dari 'hirup-pikuk' kehidupan luar, sekitar.

R.A. Kartini yang 'terbelenggu' dalam tradisi yang akhirnya 'berontak' menemukan jati diri bahkan menjadi diri sendiri. Ruang yang terbatas tak membawa pemikiran terbatas bahkan 'menembus batas' pemikiran terkhusus bagi kaum perempuan. Tak lain dan tak bukan oleh kemauan untuk belajar membaca dan menulis akhirnya akrab di keseharian R.A. Kartini. Menemukan cendekia-cendekia dari kaum perempuan melalui buku-buku. Motivasi dan inspirasi tak serta merta hadir dari diri sendiri R.A. Kartini dalam mengawali gerakan perubahan-perubahan. Panggil Aku, Kartini saja! Di tengah mempertahankan garis 'keturunan' gelar kebangsawanan atau ningrat dalam kehidupan terdekat keseharian R.A. Kartini. 

Akhirnya perjuangan R.A. Kartini tak pernah mati, tanggal kelahiran beliau diperingati serial tahun sebagai Hari Kartini, 21 April. Terkhusus bagi kaum-kaum perempuan setanah air tercinta semakin mengenal 'lebih dekat' dengan sosok R.A. Kartini, cinta sejarah bangsa.
Smile - Peace - Heart

KEMBALI BERSUA, HEY! MANADO CITY

Menyaksikan Pasutri Gaje, menarik untuk tak melewatkan film Pasutri Gaje yang berlatar belakang cerita, kisah dan kehidupan sepasang abdi ne...